Saturday, December 12, 2009

Yukio Hatayama: Punya Teman Indonesia


Wawancara Khusus PM Jepang
by: Jimmy S Harianto

Setelah lebih dari 50 tahun di bawah Partai Demokratik Liberal, Jepang kini dipimpin seorang perdana menteri dari partai oposisi, Yukio Hatoyama dari Partai Demokrat Jepang. Kemenangan Hatoyama, Agustus lalu, itu tentu merupakan cerminan ekspresi keinginan masyarakat Jepang akan perubahan.

Jumat (4/12), PM Yukio Hatoyama memberikan kesempatan wawancara khusus kepada wartawan Kompas dan Metro TV di ruang kerjanya di Tokyo, Jepang, selama setengah jam, menjelang kedatangannya di Forum Demokrasi Bali pada 10-11 Desember 2009. Berikut ini petikan wawancaranya.

Pada awal pemerintahan baru Anda, apa prioritas yang perlu Anda tangani terlebih dahulu dalam penyelenggaraan pemerintahan?

Mengembalikan kepercayaan rakyat (Jepang). Pemerintahan terdahulu tidak berhasil melakukan politik untuk rakyat. Akibatnya, rakyat telanjur mempunyai rasa tidak percaya yang sangat kuat terhadap politik. Sementara ekonomi (Jepang) berada dalam keadaan sangat mencemaskan. Maka, dengan mengambil kebijakan ekonomi yang tepat, ini akan memulihkan rasa percaya rakyat terhadap politik dan memberikan rasa aman kepada rakyat.



Pada hari ini (4 Desember 2009), kami mencetuskan beberapa kebijakan ekonomi baru. Salah satunya adalah kebijakan pemulihan ekonomi. Mengingat masih banyak penganggur yang belum bisa mendapatkan pekerjaan, kebijakan pemberian lapangan kerja juga akan kami tingkatkan.

Ingin saya tambahkan satu hal lagi. Selama berkampanye pemilu, yang paling kami tekankan adalah ”tunjangan anak”. Penurunan angka kelahiran penduduk dan pertambahan usia lanjut berlangsung dengan cepat di Jepang kini. Kami harus terlebih dahulu membendung penurunan angka kelahiran. Dengan mengharapkan kebijakan tersebut (tunjangan anak) akan memberikan rangsangan juga pada perekonomian, kami akan meningkatkan kebijakan-kebijakan bantuan terhadap rumah tangga yang mempunyai anak.

Pemerintahan baru Jepang menyatakan sikap diplomasi yang berfokus pada Asia. Apa target diplomasi Jepang di Asia? Bagaimana pula cara Anda untuk memperkuat hubungan Jepang-Indonesia yang sudah terjalin selama 50 tahun?

Saya sendiri berpendapat bahwa Jepang sebagai bagian dari Asia harus berhubungan lebih rukun dengan negara-negara lain di Asia. Tentu tidak perlu dikatakan lagi mengenai pentingnya hubungan Jepang-AS dan sikap kami yang mementingkan aliansi Jepang-AS. Kami anggap stabilitas Asia Timur terjamin karena adanya aliansi Jepang-AS. Dengan hal tersebut sebagai prasyarat, gagasan Komunitas Asia Timur (East Asian Community) ingin kami kembangkan. Demikianlah pikiran kami.

Gagasan komunitas ini juga menjadi bahan pembicaraan di (forum) ASEAN. Dalam hal ini, yang sangat penting adalah bahwa Indonesia yang berperan kunci di ASEAN dan Jepang sebagai bagian dari Asia bekerja sama bertindak sebagai pemain utama pada komunitas dalam gagasan tersebut.

Jepang dan Indonesia selama 50 tahun hingga saat ini telah mempunyai hubungan yang sangat baik dan ke depan hubungan tersebut ingin saya kembangkan hingga mencapai tingkat lebih tinggi lagi. Apabila kedua negara—yang menghormati nilai-nilai yang sama, yaitu kebebasan dan demokrasi—dapat menjadi mitra strategis yang lebih kuat, saya yakin kita bisa memberikan kontribusi yang lebih besar menuju terciptanya ekonomi dan perdamaian yang lebih baik di Asia Timur dan di seluruh dunia.

Sejak tahun lalu telah dilangsungkan Forum Demokrasi Bali yang berawal dari inisiatif Indonesia. Bagaimana penilaian Anda atas upaya mendorong demokrasi seperti ini?

Saya mengapresiasi upaya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dengan kepemimpinannya memprakarsai Forum Demokrasi Bali. Mengakarnya demokrasi dalam arti sebenarnya di negara-negara di kawasan Asia, saya berpikir, merupakan aset yang sangat besar bagi kita semua. Saya sangat mengharapkan Presiden Yudhoyono dengan kehangatan hati dan kepemimpinan yang kuat menyukseskan forum tersebut. Saya sendiri juga merasa terhormat dapat berkunjung (ke Indonesia) untuk berperan sebagai ketua bersama dalam forum demokrasi ini.

Saat bertemu dengan Presiden Yudhoyono belum lama ini, saya mengusulkan suatu ide bahwa Indonesia yang sebagian besar penduduknya beragama Islam dan Jepang akan bekerja sama dalam memberikan kontribusi terhadap perdamaian di Timur Tengah sebagai negara demokratik dengan posisi netral, tidak berpihak.

Saya terus memikirkan tema-tema besar seperti ini. Kerja sama antara Indonesia dan Jepang bisa menjadi salah satu jalan terobosan menuju terwujudnya perdamaian dunia.

Apa pesan Anda bagi generasi muda kedua negara yang mengemban masa depan hubungan Jepang-Indonesia?

Semasa SMA, ada seorang asing di sekolah saya. Barangkali dialah orang asing pertama yang saya temui. Ia berasal dari Indonesia. Sampai sekarang pun, setiap saya berkunjung ke Indonesia, saya bertemu dengannya. Hubungan akrab itu berlangsung hingga sekarang. Pertukaran pelajar seperti ini ingin saya tingkatkan karena saya yakin hal tersebut mempunyai arti yang sangat besar dalam menciptakan hubungan kepercayaan antara Jepang dan Indonesia dalam arti sebenarnya. Maka, agar lebih banyak pemuda Indonesia datang ke Jepang dan lebih banyak pemuda Jepang berkunjung ke Indonesia, saya ingin menciptakan lingkungan yang kondusif untuk itu.

Boleh tahu, siapa teman Indonesia Anda itu?

Ia bernama Agus, teman sekelas di SMA saya di Jepang. Selama tiga tahun kami beraktivitas bersama, di kelas yang sama. Di kelas, ia dikenal paling cepat larinya dan paling pintar main sepak bola. Maka waktu itu ia dipandang sebagai hero oleh teman-teman sekelas. Ia sekarang berbisnis di bidang komunikasi. Sebulan setelah Banda Aceh dilanda gempa besar, saya berkunjung ke sana. Waktu itu pun Agus yang mendampingi saya. (Koran Kompas Rabu, 9 Desember 2009)

No comments:

Post a Comment